div.fullpost {display:none;} div.fullpost {display:inline;}

Organisasi; Tempat Bertarung atau Apa ?

Posted by : Haki Rambu Anarki | Kamis, 11 Maret 2010 | Published in


Mungkin kita bosan jika harus membaca sebuah tulisan mengenai organisasi, karena banyak sekali tulisan yang mengulas tentang organisasi, tentang pentinglah, tentang organisasi yang baik lah, tentang tujuan lah yang isinya begitu-begtu saja. Atau mungkin kita sudah tidak perlu lagi membaca tulisan-tulisan mengenai organisasi.

Penulis tidak hendak mengulang tulisan-tulisan yang biasa kit abaca. Oleh karena itu pembaca tidak perlu merasa sudah tahu apa yang ingin penulis sampaikan. Karena sunggu, penulis yakin pembaca tidak akan merasa sia-sia setelah membaca ini, kecuali anda sudah sangat muak dengan organisasi dan mengaggap organisasi adalah sebuakeompok yang haram untuk digeluti. Meskipunkondisi material pembaca sudah sangat mengharuskan anda berorganisasi.

Biasanya kita menganggap organisasi adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan yang sama, dikarenakan memiliki tujuan yang sama maka akan diwujudkan bersama-sama di dalam organisasi. Meskipun di dalam organisasi tersebut terdiri dari berbagai macam karakter, namun karena dilandasi oleh tujuan yang sama maka mereka bekerja bersama-sama untuk mewujudkan tujuan yang termanifestasi dalam organisasi.

Yahh…. Anggaplah tersebut adalah benar adanya, penulisyakin tidak akan ada orang yang akan membantah definisi sederhana mengenai organisasi tersebut. Lalu pertanyaan kemudian adalah sesederhanakah oraganisasi itu? Yakinlah bahwa meski dengan karakter yang berbeda-beda organisasi akan berjalan lancer adanya? Terlebih dahulu mari kita diskusikan hal tersebut.

Contoh sederhana dan sangat dekat dengan dinamika mahasiswa, pemilihan Ketua Himpunan Mahasiswa atau BEM. Biasanya dalam pemilihan tersebut ada dua sampai empat kandidat yang akan memperebutkan kursi ketua. Untuk perebutan kursi, para kandidat tersebut saling berebut simpati calon pemilih dengan cara yang beragam, mulai dari kampanye damai sampai dengan black campaign dengan mendeskreditkan calon yang lain karena dianggap musuh politiknya, begitu biasanya sebutannya. Para kandidat tersebut saling klaim kiri-kanan dengan memunculkan bahwa dirinya lah yang terbaik dan paling hebat. Dus, strategi dan taktik kampanye yang paling baiklah yang akan menang.

Pada saat salah satu kandidat terpilih menjadi ketua kemudian ia membentuk structural organisasinya, dalam pembentukan structural ini tentu saja ketua terpilih akan memilih orang-orangnya saja atau satu dua orang musuhnya. Memilih orang-orangnya saja dengan asumsi bahwa melaui orang-orangnya maka organisasi akan mudah diatur serta dikotrol geraknya memlaui sosok kepemimpinan tunggal, meskipun tidak mau disebut begitu. Memilih satu dua orang bekas musuhnya saat perebutan kursi, dengan asumsi bahwa mengakomodir kelompok lain atau biasanya dikarenakan agar musuh politiknya tersebut tidak menggangu stabilitas kepemimpinannya, maka pilihanya yang paling rasional adalah diberikan sedikit kue kekuasaan agar tidak merecoki.

Setelah terbentuk structural apakah kemudian organisasi akan berjalan sesuai rencana? Jawabannya adalah tidak !! meskipun organisasi terdiri dari orang-orangnya dan satu dua orang musuhnya, tetap saja di dalamnya akan muncul gesekan sana-sini, mulai dari rasan-rasan anggota yang dianggap jeleklah, tidak becuslah, ketua yang tidak menyerap aspirasi anggotalah, korupsi disana-sinilah, sampai pada isu penggulingan ketua. Boro-boro mewujudkan tujuan, selama periode tertentu organisasi akan disibukan dengan sikut sana-sini, organisasi lebih disibukan meredam gejolak dalam internal organisasi daripada melaksanakan serangkaian kegiatan untuk mewujudkan tujuan organisasi. Dus, kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan hanya untuk seremonial saja, asal ada…. Selesai. Tidak lagi terpikir sebuah kegiatan yang subtansial.

Contaoh tersebut sepertinya menjadi hal umum dalam organisasi manapun, mulai dari tingkat RT/RW, Karang Taruna, organisasi mahasiswa, Ormas, partai politik sampai dengan organisasi termodern yaitu pemerintahan Negara, presiden beserta para menterinya. Hanya saja berbeda dalam meminimalisir konflik organisasinya. Lalu pertanyaan yang sangat menggelitik benak penulis adalah jika memang begitu adanya, buat apa berkumpul (berorganisasi)? Jika di dalamnya hanya berisikan pertarungan antar manusia satu dengan yang lainnya.
Mungkin akan banyak menjawab bahwa tentu tujuan organisasi tidak bias dilepaskan oleh konflik, malahn dengan konflik maka organisasi tersebut akan menjadi berkembang atau dengan bijaksana menjawab organisasi harus dilandasi oleh komitmen bersama orang-orang yang ada di dalamnya agar tujuan mampu tercapai dengan baik. Jawaban-jawaban itu tentu saja benar dan tidak ada yang salah, tetapi bukankah pada awal pembentukan structural baru atau setiap kali rapat, kata-kata komitmen terhadap organisasi selalu didengungkan? Bukankah pada kenyataannya dengan konflik, organisasi menjadi sekumpulan geng yang sikut sana sikut sini? Bukan konflik justru menhancurkan cita-cita organisasi, bukan malah membangun? Pada kenyataanya hal tersebut memang terjadi.

Berkaitan dengan materi manajemen organisasi, maka penulis akan menjawab mengelola oraganisasi yang paling awal harus dilakukan adalah dengan cara merekatka antar bagian-bagian di dalam organisasi melaui kedekatan emosional. Bukan main-main, kedekatan emosional dibangun pada tataran paling dalam, saling memback-up kekurangan masing-masing, sampai dengan menceritakan hal yang paling rahasia kekpada kawan berorganisasi. Dengan asumsi bahwa hanya dengan kawan (organisasi) segala sesuatu itu diceritakan dan dibicarakan. Karena semua orang diluar kawan adalah sebatas teman atau paling berbahaya adalah musuh. Hanya kawanlah yang tiak memiliki kepentingan merusak, hanya kawan lah yang bias merumuskan dan mewujudkan tujaun bersama, bukan teman atau musuh. Untuk mengetahui bahwa orang tersebut kawa atau bukan tentu saja bukan persoalan mudah. test case-nya adalah harus ada kepeloporan pemimpin dan kelompok kecil yang memang terlebih dahulu dipersiapkan. Kepeloporan dan kelompok kecil itulah yang akan menggawangi organisasi, lebih jauh untuk menyiapkan kawan berikutnya. Hal ini bias disebut sebagai prinsip persekawanan, dan yang dipersiapkan sebagai kawan berikutnya disebut sebagai kader. Lho, bukankah dalam organisasi biasanya juga disebut kata-kata kader? Apakah setiap pelatihan atau kaderisasi organisasi seluruh orang disebut kader organisasi? Bagi penulis kader sesungguhnya adalah kawan, bukan teman, bukan massa dan bukan musuh. Kawan adalah kawan, dengan banguna prinsip persekawanan. Jika prinsip persekawanan tidak pernah terwujud maka orang dalam organisasi tersebut tidak layak disebut kader.

Jika judul artikel ini adalah “ organisasi; tepat bertarung atau apa? “ maka penulis akan mengisi bagian “ Apa” dengan kata-kata TEMPAT BERSEKAWAN dan tentnu saja dengan tegas memilih jawaban yang kedua. Wassalam. 


Syamsul Muarif

Mantan Ketua Umum KAMUS PR

komentar

  1. Sebuah Goresan Perjalanan said...

    saya merasa sebuah organisasi tidak semudah hanya dengan menganalogikan sebuah persekawanan,
    terlalu simpel rasanya.
    organisasi memang diamini sebagai bagian untuk meraih sebuah tujuan yang sama, namun harus disadari bahwa banyak organisasi yang tidak memahami apa tujuannya. dengan begini, orang-orang yang dikatakan persekawanan tersebut mulai memberikan pengertian sendiri mengenai tujuannya, akhirnya muncullah motifasi yang berbeda-beda. pada tataran inilah biasanya konflik terjadi...
    bahkan sangat berbahaya jika sebuah organisasi dimengerti menjadi sebuah keterikatan emosional belaka (Persekawanan.......ini baru dari sisi motifasi.

    ada banyak hal dalam berorganisasi sebenarnya yang tidak semudah sebuah teori, namun lebih dari itu,
    "berorganisasi berarti belajar untuk menata dinamika-dinamika kehidupan secara bersama-sama dengan menjadikan kebijaksanaan indifidual sebagai dasarnya" walaupun tujuan serta motifasi demengerti berlainan satu sama lain.

    bravoooo

    6 Juli 2010 pukul 08.04

Leave a Response