Dalam sejarahnya gerakan feminisme mengalami pasang surut, gerakan feminisme mulai muncul seiring dengan semakin berkembangnya tata sosial yang kapitalistik, yang menempatkan perempuan hanya dalam rumah tangga. Gelombang gerakan feminisme yang pertama kali muncul pada pertengahan abad XIX dan terjadi timbul tenggelam sampai akhir tahun 1920. kaum wanita menjadi sangat aktif dalam gerakan anti perbudakan dan mereka juga terlibat dalam gerakan pemberantasan kejahatan, khususnya pengggunaan alkohol dan pelacuran, barangkali yang terkenal adalah Women’s Cristian Temperance Union disekitar masa peralihan ke abad XX. Kaum wanita dibanyak masyarakat industri didorong secara kuat untuk mendapatkan hak untuk memilih.
Negara pertama yang mendapatkan hak pilih kepada wanita adalah New Zealand di tahun 1983; Australia, Swedia, Norwegia dan Finlandia segera mengikuti New Zealand. Sedangkan Inggris dimulai tahun 1918, AS tahun 1920 dan Perancis baru pada akhir tahun 1940-an (Collins dalam sanderson; 423).
Gelombang gerakan feminisme yang kedua mulai lahir pada sekitar dasawarsa 1920 sampai 1960-an, pada saat itu gerakan feminisme menuntut adanya persamaan dengan kaum pria dalam kehidupan sosial dasar yang utama, suatu kesadaran feminisme baru telah yang menganggap dirinya sebagai mitra kaum laki-laki dan patut menerima imbalan sosial dasar yang sama secara tradisional dapat diterima kaum pria.
Arief Budiman (1985) secara umum membagi gerakan perempuan dalam tiga golongan. Pertama, gerakan feminisme liberal. Gerakan ini mendasarkan pada falsafah liberalisme, yakni setiap orang diciptkan dengan hak-hak yang sama dan setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk memajukan dirinya. Gerakan feminisme liberal menganggap bahwa sistem patriarkhal dapat dihancurkan dengan cara mengubah masing-masing individu, terutama sikap perempuan dalam hubungannya terhadap laki-laki. Jika perempuan sadar akan hak-haknya maka akan muncul keseimbangan di dalam masyarakat, dimana laki-laki dan wanita saling bekerja sama atas dasar persamaan.
Gerakan feminisme liberal pada dasarnya berdasar atas aliran fungsionalis struktural dengan kerangka analisisnya adalah masyarakat yang equlibrium, menghindari konflik, reformasi terkontrol, kebebasan dan persamaan. Sasaran gerakannya adalah keterlibatan perempuan dalam proses pembangunan dalam dunia yang modern. Dalam metode juangnya, gerakan feminisme liberal memiliki dua cara. Pertama, melakukan pendekatan psikologis, kemudian membentuk kelompok-kelompok diskusi yang membicarakan pengalaman perempuan dalam masyarakat patriarkal. Mereka berusaha membangkitkan kesadaran lewat diskusi-diskusi ini, bahwa mereka berada dalam proses penindasan oleh laki-laki. Yang kedua, gerakan ini menuntut pembaharuan produk hukum yang tidak menguntungkan perempuan dan mengubah hukum dengan memperlakukan laki-laki dan wanita secara sama rata.
Gerakan yang kedua adalah gerakan feminisme radikal, yang mendasarkan arah perjuangannya pada karya Kate Millet dan Shulamite Firestone (dalam Budiman, 1985: 38). Gerakan ini melihat bahwa ketertindasan perempuan disebabkan karena sistem patriarkhi yang meletakkan laki-laki lebih superior dan perempuan berada dibawah. Millet melihat bahwa hubungan laki-laki dan perempuan di masyarakat adalah hubungan politik, dia mendefinisikan politik sebagai hubungan yang didasarkan struktur kekuasaan, suatu masyarakat dimana satu kelompok manusia menguasai sekelompok manusia yang lain. Nama struktur itu adalah Patriarkhi. Bahkan Jagger dan rothenberg (dalam Mufidah, 2003; 28) menegaskan bahwa objek penindasan yang paling parah dialami oleh perempuan dalam sistem patriarkhalnya. Ia beranggapan penindasan perempuan yang paling sulit untuk dilenyapkan dan tidak bisa dilakukan dengan perubahan sosial maupun penghapusan kelas.
Dalam metode perjuangannya, gerakan ini berjuang dalam realitas seksual. Dalam realitas seksual, kontradiksi yang ada yaitu antara laki-laki dan perempuan. Gerakan ini memiliki tujuan menghancurkan sistem patriarkhal yang melembaga dalam masyarakat karena bagi mereka keadilan dan kesamarataan akan terjadi bila sistem patriarkhal akan hancur. Bahkan dalam tahapan yang paling ekstrim, gerakan ini mencoba memutus hubungan dengan laki-laki. kelompok ekstrim ini menamakan dirinya kelompok feminis lesbian. Karena menurut kaum feminis lesbian sepanjang wanita masih meneruskan hubungannya dengan laki-laki, maka akan sulit baginya berjuang melawan laki-laki.
Gerakan yang ketiga adalah gerakan feminisme sosialis, mendasarkan geraknya pada teori yang dibangun oleh Engels atau teori-teori marxis pada umumnya. Gerakannya jauh berbeda dengan kaum feminis liberal maupun kaum feminis radikal. Kaum marxis menekankan pada persoalan ekonomilah yang menyebabkan perempuan berada pada subordinasi laki-laki. gerakan feminisme sosialis mendasarkan pada teori substruktur (dasar-dasar material dari masyarakat, yaitu sistem sosial dari ekonomi masyarakat tersebut) dan superstruktur (organisasi masyarakat yang mendukung pembagian hasil-hasil produksi yang pincang ini, misal; produk hukum, sistem nilai-nilai masyarakat, dsb). Berdasarkan asumsi marxis, posisi perempuan yang tersubordinasi merupakan akibat dari sistem ekonomi yang berkembang dalam masyarakat tersebut. Kaum feminis sosialis menitikberatkan pada analisis ekonomi suatu masyarakat, bahwa subordinasi perempuan atas laki-laki lebih diakibatkan karena adanya penguasaan yang timpang terhadap ekonomi. Dalam kacamata marxis, patriarkhi dan subordinasi bukanlah persoalan yang utama atau yang menjadi penyebab terjadinya kemunduran kaum perempuan. Selama corak masyarakatnya masih kapitalistik maka perempuan akan selalu berada pada posisi yang tertindas. Maka dalam metode perjuangannya gerakan feminisme sosialis menganggap bahwa subordinasi perempuan akan hancur ketika masyarakatnya berubah menjadi masyarakat yang sosialistik.
(0) Comments
Leave a Response